Koperasi Agribisnis Digital

Kospin Cirebon, Koperasi Simpan Pinjam Cirebon, Koperasi Cirebon

Sejak kelahiran Koperasi 77 tahun lalu, tepatnya 12 Juli 1945 melalui kongres pertama yang diadakan di Tasikmalaya, gerakan koperasi sudah memberikan kontribusi besar bagi pembangunan nasional. Koperasi baik dalam bentuk kelembagaan usaha ataupun gerakan, mewarnai perjalanan Bangsa Indonesia dalam bidang ekonomi dan pertanian.

Dalam bidang ekonomi, peran signifikan koperasi adalah mewadahi kelembagaan pelaku UMKM (Usaha Mikro, Kecil dan Menengah) dalam berbagai jenis usaha. Selain itu, koperasi mampu support kebutuhan finansial pelaku UMKM. Data Kementerian Keuangan (2021) menunjukan bahwa UMKM memiliki kontribusi terhadap PDB (Produk Domestik Bruto) sebesar 61,07 persen. Bahkan UMKM merupakan sektor yang mendominasi penyerapan tenaga kerja nasional hingga 97 persen. Kondisi ini menunjukan kontribusi besar UMKM dan koperasi dalam pembangunan nasional.

Di bidang pertanian, sejarah mencatat bahwa Indonesia untuk pertama kalinya dapat melakukan swasembada pangan khususnya komoditas beras dari 1984-1988. Swasembada ini mendapatkan penghargaan dari badan pangan dunia (FAO), tepatnya pada 1985. Prestasi tersebut tidak lepas dari kontribusi KUD (Koperasi Unit Desa) yang mampu menjadi salah satu penggerak sektor budidaya pertanian, perikanan dan peternakan.

Saat ini, peran tersebut relatif menurun seiring dengan menurunnya peran KUD di berbagai daerah. Namun secara umum peran koperasi yang berbasis agribisnis cukup signifikan dalam penyediaan kebutuhan pangan nasional baik dalam sektor pertanian, sektor perikanan dan kelautan dan sub sektor peternakan.

Pada era digitalisasi saat ini, koperasi berbasis agribisnis memiliki peran dan tantangan yang berbeda, agar mampu menyesuaikan dengan perubahan-perubahan yang terjadi akibat disrupsi.

Tantangan Koperasi Berbasis Agribisnis.
Era industri 4.0 telah mendisrupsi semua bidang kehidupan, tidak terkecuali bidang pemasaran dan bisnis yang melekat pada aktivitas koperasi. Berbagai pendekatan koperasi yang dilakukan secara konvensional harus mulai disesuaikan dengan pendekatan digitalisasi. Ketertinggalan dalam mereposisi pendekatan bisnis akan berdampak pada ter alienasi nya koperasi dalam persaingan pasar.

Strategi marketing mix (bauran pemasaran) dari mulai strategi produk, strategi harga, strategi promosi dan strategi tempat (distribusi) harus menyesuaikan dengan pendekatan digitalisasi. Dalam hal ini, konsep digitalisasi tidak hanya dimaknai dalam konteks alat (tools), tapi juga fungsi dan daya respons terhadap perubahan-perubahan pasar atau konsumen antara lain dalam bentuk fisik dan pelayanan. Responsivitas terhadap perubahan atribut konsumen yang beragam dapat diantisipasi jika koperasi memiliki daya inovasi dan kreativitas, sehingga bagaimanapun perubahan yang terjadi, maka koperasi dapat menyesuaikan dengan kondisi yang ada.

Hal ini sejalan dengan yang disampaikan Pereira et al (2020) dalam menghadapi revolusi 4.0, tantangan pelaku bisnis antara lain:
  1. Pelaku bisnis harus mampu untuk terus berinovasi guna menghadirkan produk-produk baru sesuai kebutuhan konsumen dan tren pasar dalam waktu singkat.
  2. Pelaku bisnis harus mampu mendesain sistem kerja yang produktif, efisien dan fleksibel guna memperkuat keunggulan daya saing di seluruh jaringannya.
  3. Kecerdasan buatan akan memegang peran penting dalam mengintegrasikan business process, produk dan peralatan pendukung operasional bisnis.
Tantangan yang sama dihadapi oleh koperasi berbasis agribisnis di era 4.0, bahkan jauh lebih pelik. Komoditas pertanian yang memiliki karakteristik perishable food, bulky, non homogenity atau beragam jenis dan bentuk serta musiman tentu membutuhkan penanganan yang lebih kompleks. Hal ini menjadi tantangan tersendiri bagi koperasi dalam menerapkan digitalisasi pada komoditas pertanian. Misalnya dalam penjualan komoditas pertanian secara online dengan menggunakan media sosial, marketplace atau e-commerce tentu pembeli bisa berasal dari luar daerah atau luar pulau bahkan luar negeri.

Dalam kondisi seperti ini bagaimana koperasi dapat mengemas dan mempertahankan kualitas produk dengan jarak atau waktu pengiriman yang jauh lebih lama. Selain itu, jika komoditas bersifat bulky atau voulminous maka akan memerlukan space yang lebih luas saat proses distribusi yang berakibat pada mahalnya biaya angkut. Kedua hal ini menjadi tantangan yang dihadapi oleh koperasi. Di sinilah diperlukan inovasi dan kreativitas sumberdaya manusia koperasi untuk merespons tantangan tersebut. Di sisi lain, dengan digitalisasi peluang pemasaran semakin terbuka luas, ruang informasi dan promosi tidak lagi dibatasi oleh sekat-sekat wilayah dan administratif, sehingga potensi penerimaan dari hasil penjualan akan semakin besar.

Peran Koperasi Agribisnis.
Tujuan dimasukannya konsep dasar koperasi dalam konsitusi negara UUD 1945 oleh Bung Hatta adalah terbangunnya ekonomi kerakyatan yang berbasis pada kemandirian guna meningkatkan kesehateraan masyarakat. Tujuan mulia ini didasari oleh derasnya praktik-praktik kapitalistik yang menghegemoni aktivitas ekonomi masyarakat, termasuk didalamnya dalam bidang perdagangan pangan dan pertanian (agri food). Di sisi lain, peran dasar hadirnya koperasi berbasis agribisnis dalam agri food adalah bagaimana koperasi secara kelembagaan mampu meningkatkan kesejahteraan para pelaku utama pembudidaya antara lain petani, peternak dan pembudidaya ikan yang seringkali menjadi pelaku yang dirugikan.

Koperasi harus dapat berperan sebagai penyeimbang (countervailing power) antara pelaku pembudidaya dengan aktor-aktor lain seperti processor, trader maupun retailer sehingga nilai tambah (value added) yang ada pada komoditas pertanian akan dirasakan juga oleh para petani.

Pada era digitalisasi saat ini, peran koperasi berbasis agribisnis akan semakin besar. Peluang dan tantangan yang disebutkan sebelumnya menjadi dasar dalam merevitalisasi peran koperasi agribisnis. Peran yang dapat dilakukan antara lain: Pertama, koperasi harus bermigrasi dari sistem konvensional ke sistem digital dalam perangkat teknis, operasional maupun marketing. Hal ini dilakukan guna merespons perubahan pasar yang sangat dinamis dalam bentuk produk, kecepatan pengiriman, keragaman, harga dan keamanan pangan. Peran ini dapat dilakukan koperasi baik sebagai produsen, pemasar (hub) maupun supporting system. Kedua, koperasi dapat berperan sebagai penghubung (hub) antara petani dengan pasar malalui platform digital.

Dengan mendekatkan petani ke pasar, maka harga jual ditingkat petani akan lebih stabil karena biaya distribusi akan lebih rendah. Hal ini dapat membantu petani dalam stabilisasi harga. Ketiga, pasar yang semakin mengglobal, memungkinkan koperasi dapat melakukan kegiatan ekspor komoditas pertanian.

Peran yang dapat dilakukan koperasi adalah melakukan kerjasama dengan market place global dalam mengekspor hasil produk para petani tentu dengan mutu produk yang memenuhi standar internasional. Dalam hal ini koperasi dapat berperan sebagai pendamping petani untuk menghasilkan komoditas pertanian yang terstandar internasional. Kempat, Dengan digitalisasi baik dalam sistem produksi yang memanfaatkan artificial intelligence maupun dalam pemasaran, akan berdampak pada efisiensi biaya produksi dan pemasaran. Hal ini berdampak pada peningkatan pendapatan koperasi, sehingga SHU (sisa hasil usaha) yang dapat dibagikan kepada para anggota akan meningkat.

Agenda ke Depan.
Untuk merespons tuntutan perubahan di berbagai apsek yang terdisrupsi, maka setidaknya ada beberapa agenda yang harus dilakukan oleh semua stakeholder koperasi yang berbasis agribisnis termasuk peran pemerintah sebagai regulator.
  1. Secara internal, koperasi harus melakukan konsolidasi yang terfokus pada revitalisasi business process yang konvesional ke sistem digital yang memungkinkan terkoneksinya berbagai kebutuhan ke berbagai mitra bisnis, atara lain pemasok (petani), pasar maupun pihak Bank.
  2. Diperlukan peningkatan literasi digital dan kemampuan teknis digitalisasi oleh SDM yang ada di koperasi. Untuk itu diperlukan program pelatihan dan pendampingan pelaku koperasi berbasis agribisnis (agri food) secara kontinyu dan bertahap. Hal ini dapat dilakukan oleh pemerintah pusat, daerah, perguruan tinggi dan lembaga swadaya masyarakat yang concern dalam pemberdayaan UMKM dan koperasi.
  3. Diperlukan dukungan pemerintah dalam bentuk regulasi yang memudahkan proses digitalisasi koperasi. Dengan regulasi yang mendukung, diharapkan para pelaku koperasi akan lebih mudah dalam melakukan migrasi dari sistem konvensional ke sistem digital.
(Artikel dari https://nasional.sindonews.com/read/824113/18/koperasi-agribisnis-digital-1657591643)

Koperasi Agribisnis Digital - Global Artha Jasa
Previous Post Next Post